Agar tidak melanggar kode etik di dunia maya, diperlukan aturan privasi pegawai dan pasien di layanan kesehatan.
Tujuannya untuk mengetahui siapa saja yang mengakses konten yang dibuat atau disimpan oleh dokter.
Dokter juga juga harus waspada dengan sistem keamanan media sosial yang dipakainya karena kekhawatiran dapat membuka data kerahasiaan pasien.
Batasan hubungan dokter dan pasien juga dibutuhkan, misalnya dengan menolak pertemanan di akun pribadi dan membatasi pertemanan di akun profesi.
Jika mengupas contoh kasus tertentu, dokter harus merahasiakan data pasien dengan menghilangkan identitas dan meminta persetujuan yang bersangkutan.
Hal ini erat kaitannya dengan risiko pencemaran nama baik yang mungkin menimpa dokter tersebut.
Untuk ini pula, nakes perlu berhati-hati ketika beropini soal rekan sejawat, pegawau, fasilitas kesehatan atau birokrasi kesehatan.
Penekanan lainnya, berdasarkan acuan GMC, dokter hanya boleh beriklan secara online dengan menjunjung kejujuran sepenuhnya.
Promosi diri hanya bisa dilakukan berdasarkan informasi yang terpercaya, akurat dan relevan.
Dikatakan pula dokter tidak diperkenankan menggunakan testimoni pasien untuk mempromosikan diri.
Hal tersebut bertujuan agar tidak ada konflik kepentingan yang bisa mencoreng nama baik profesi ini.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Konten Viral Tenaga Kesehatan dan Kode Etik di Media Sosial", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2021/04/18/155733820/konten-viral-tenaga-kesehatan-dan-kode-etik-di-media-sosial?page=2.