SonoraBangka.id - Peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi adalah salah satu perayaan penting dalam agama Islam.
Perayaan ini diperingati oleh umat Muslim di seluruh dunia termasuk di Indonesia untuk mengenang dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Di Indonesia, tradisi peringatan Maulid Nabi berkembang sekitar tahun 1404 Masehi, pada masa penyebaran agama Islam oleh Wali Songo.
Peringatan Maulid Nabi di sini memiliki tujuan untuk menarik hati masyarakat agar memeluk agama Islam.
Selain dikenal sebagai perayaan Maulid Nabi, peringatan ini juga disebut sebagai perayaan Syahadatin.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga menggelar upacara nasi gunungan sebagai bagian dari perayaan Maulid Nabi.
Di masyarakat Jawa, Maulid Nabi dirayakan dengan membaca manakib Nabi SAW. di dalam sejumlah kitab seperti Barzanji, Simthud Durar, Diba’, Syaroful Anam, Burdah, dan lainnya.
Selesai itu, biasanya masyarakat menyantap makanan bersama-sama yang disediakan secara gotong royong oleh warga.
Di sejumlah tempat, seperti di keraton-keraton di Jawa, peringatan Maulid Nabi biasa disebut dengan Grebeg Mulud.
Di Sulawesi Selatan, Maulid Nabi SAW dirayakan dengan istilah Maudu Lompoa atau Maulid Akbar.
Perayaan ini diselenggarakan bahkan lebih ramai daripada hari raya Idul Fitri.
Dalam perayaan tersebut, warga mengarak replika perahu Pinisi yang dihias dengan beraneka ragam kain sarung dan dipamerkan di tepi sungai.
Sejumlah daerah telah terbiasa merayakan Maulid Nabi di sana. Seperti Desa Cikoang, Kecamatan Laikang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Setelah dipamerkan, replika perahu diarak warga keliling desa.
Sepanjang acara tersebut tetabuhan gendang atau seni musik Gandra Bulo khas masyarakat lokal terus diperdengarkan.
Maudu Lompoa melambangkan sejarah masuknya Islam di wilayah selatan pulau Sulawesi yang dibawa oleh para pedagang Arab.
Tradisi Nganggung
Di Bangka Belitung Maulid Nabi digelar dengan acara Ngangung bersama.
Dalam tradisi nganggung hampir semua masyarakat ikut dalam kegiatan ini.
Sehingga, nganggung bermakna menjaga tradisi, silaturahmi, memperkuat persaudaraan, membagikan rezeki kepada yang membutuhkan dan memperingati hari besar Agama Islam.
Masyarakat Melayu Bangka Belitung memiliki sebuah tradisi berharga yang disebut dengan Nganggung.
Tradisi ini melibatkan membawa makanan dari rumah masing-masing menuju tempat pertemuan besar dalam waktu tertentu.
Nganggung telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam budaya masyarakat setempat, diwariskan dari generasi ke generasi.
Pengertian Nganggung
Nganggung adalah tradisi yang dilakukan secara berbondong-bondong, di mana setiap keluarga membawa makanan dari rumah mereka ke lokasi pertemuan yang bisa berupa masjid, surau, langgar, atau lapangan.
Tradisi ini sering kali terjadi pada perayaan-perayaan agama Islam seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram, Idul Fitri, Idul Adha, dan juga untuk merayakan panen.
Tradisi Nganggung juga disebut Sepintu Sedulang atau Selawang Sedulang di beberapa kampung, yang memiliki arti bahwa setiap rumah menyediakan makanan untuk dibagikan ke masjid atau balai desa, tempat berkumpulnya masyarakat kampung.
Selain acara keagamaan, tradisi ini juga dilakukan dalam berbagai acara sosial yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat kampung.
Tata Cara Nganggung
Biasanya, makanan yang akan dianggung disusun dengan rapi di atas dulang atau talam. Dulang ini bisa terbuat dari timah, kuningan, atau kayu. Piring-piring berisi nasi, lauk-pauk, buah-buahan, dan kue-kue diatur di atas dulang, kemudian ditutup dengan tudung saji.
Tudung saji ini, pada zaman dahulu, terbuat dari daun mengkuang atau daun purun, dan ada yang berbentuk mirip masjid atau candi.
Namun, saat ini, banyak yang menggunakan tudung saji berbahan plastik.
Makanan yang sudah disusun dengan cermat kemudian dibawa ke lokasi pertemuan, dan ada beberapa cara yang biasa digunakan.
Dulang atau talam dapat diangkat di atas telapak tangan hingga setinggi bahu.
Alternatif lain adalah dengan menjungjung dulang atau talam di atas kepala.
Ada juga yang membawanya dengan cara menyangga di atas bahu atau sebelah tangan dengan jari terbuka sejajar di atas kepala.
Sebelum makanan tiba di lokasi pertemuan, ada beduk atau takok-takok yang memukul dengan irama khusus.
Ketika dulang atau talam tiba, mereka diatur dalam barisan dengan yang datang lebih awal berada di barisan depan.
Tamu kehormatan seperti pejabat, penghulu, lurah, pemuka agama, dan guru duduk di barisan paling depan, sedangkan anak-anak duduk di barisan belakang.
Sebelum menyantap hidangan, penghulu atau pemuka agama membacakan doa.
Setelah doa selesai, barisan tamu mulai menikmati hidangan bersama.
Tradisi Nganggung ini bukan sekadar membawa makanan, melainkan juga membawa kebahagiaan dan kedekatan sosial antar warga masyarakat Melayu Bangka Belitung.
Dalam setiap hidangan yang dibagikan, terjalin nilai-nilai kebersamaan dan keharmonisan yang menjadikan tradisi ini sebagai bagian tak tergantikan dalam budaya mereka.
Awal Mula Maulid Nabi Dirayakan
Sejarah Maulid Nabi memiliki banyak versi dan pendapat yang berbeda mengenai siapa yang pertama kali mengadakan seremoni peringatan Maulid Nabi.
Para ulama sejarah Islam, baik yang dari kalangan salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer), memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai asal usul peringatan Maulid Nabi.
Dalam buku 'Sejarah Maulid Nabi' oleh Ahmad Sauri, seperti dilansir situs NU, sejarah Maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat Muslim bangsa Arab sejak tahun kedua hijriah.
Catatan tersebut merujuk pada Nuruddin Ali dalam kitabnya Wafa'ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa.
Dalam catatan tersebut juga dijelaskan, Khaizuran (170 H/786 M) yang merupakan ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi.
Dari Madinah, Khaizuran juga menyambangi Makkah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Makkah untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Dikutip dari buku 'Pro dan Kontra Maulid Nabi' karya AM Waskito, sejarah peringatan Maulid Nabi sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu.
Salah satu pandangan yang dikenal berasal dari Syekh Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (wafat 991 H), yang menggolongkan perayaan Maulid Nabi sebagai praktik yang melibatkan pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an, pembacaan sirah nabawiyah, dan diakhiri dengan makan bersama.
Menurutnya, ini adalah perbuatan Bid'ah Hasanah yang membawa pahala, karena memuliakan Nabi dan menunjukkan kebahagiaan atas kelahirannya.
Namun, menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mengadakan perayaan Maulid Nabi adalah Raja Mudhaffar, seorang penguasa yang mulia di Irbil.
Imam Suyuthi dalam kitabnya menyatakan bahwa Raja Mudhaffar adalah orang yang pertama kali mengadakan seremonial perayaan Maulid Nabi.
Syekh Muhammad bin Ali asy-Syaukani (wafat 1250 H) juga menyatakan bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid Nabi adalah Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi.
Selain itu, Syekh Hasan as-Sandubi, sejarawan Islam asal Mesir, berpendapat bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid Nabi adalah Dinasti Fatimiyah, yang diprakarsai oleh Ubaid al-Mahdi.
Dalam sejarahnya, Dinasti Fatimiyah tidak hanya merayakan Maulid Nabi, tetapi juga berbagai perayaan lainnya, seperti hari kelahiran Sayyidina Ali, maulid Sayyidah Fatimah, maulid Sayyidina Hasan dan Husain, dan lainnya.
Seiring berjalannya waktu, perayaan-perayaan ini terus berkembang dan menjadi semakin meriah. Namun, setelah runtuhnya Dinasti Fatimiyah, para raja dan ulama dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah (sunni) memodifikasi beberapa praktik yang tidak sesuai dengan syariat Islam, sementara tetap mempertahankan perayaan Maulid Nabi.
Namun juga terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi.
Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela islam pada masa Perang Salib.
Bukan Sekadar Perayaan
Maulid Nabi bukanlah sekadar perayaan biasa. Lebih dari itu, ini adalah kesempatan berharga bagi umat Islam untuk memahami ajaran dan teladan Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan dalam kehidupan mereka.
Allah SWT telah memberikan nikmat terbesar kepada umat akhir zaman dengan mengutus Nabi yang paling mulia dan sempurna dalam segala hal.
Beliau adalah suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Ucapannya selalu penuh dengan kelembutan, perilakunya sangat sopan, dan sikapnya penuh dengan teladan dan kebenaran.
Pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal, Rasulullah SAW dilahirkan ke dunia ini.
Kelahirannya tidak hanya membawa rahmat bagi manusia, tetapi juga seluruh alam semesta merasakan berkah atas kedatangannya.
Langit dan bumi bersukacita. Tanah yang sebelumnya gersang dan tandus menjadi subur dan makmur.
Pohon-pohon yang tidak pernah berbuah sebelumnya tiba-tiba menghasilkan buah dengan sukacita atas kelahiran sosok yang kelak akan menjadi pemimpin umat manusia, seorang Nabi dan Rasul.
Pada saat yang sama, Allah SWT juga menunjukkan kesucian dan keagungan-Nya. Kebenaran telah datang dan kebatilan akan segera lenyap.
Tanda-tanda ini tercermin dalam hancurnya simbol-simbol kesyirikan.
Misalnya, api suci yang disembah oleh orang-orang Majusi di kuil pemujaan Persia, yang sebelumnya tidak pernah padam, tiba-tiba padam.
Barhala-barhala kokoh di Kakbah, Makkah, tiba-tiba runtuh.
Para ahli nujum meramal bahwa ini adalah peringatan akan datangnya bencana dan siksa.
Kejadian serupa terjadi di berbagai tempat, termasuk kerajaan Romawi, di mana patung-patung dan lambang kesyirikan tiba-tiba hancur.
Semua ini adalah bukti dari kekuasaan Allah yang luar biasa. Semua yang ada akan binasa dan hanya Dia lah yang memiliki kekuasaan mutlak.
Sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah ini ditampakkan pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu, bulan Rabiul Awal menjadi sangat bersejarah bagi umat Islam, penuh dengan momen-momen istimewa dan tanda-tanda kebesaran Allah.
Hari di mana Nabi yang paling mulia dilahirkan dan ajaran tauhid kepada Allah yang sebelumnya terlupakan, kembali ditegakkan dan disebarkan.
Saat ini, semua kisah heroik ini telah menjadi sejarah dalam Islam yang akan selalu diingat.
Umat Islam bersyukur kepada Allah atas diutusnya Nabi yang sempurna ini dan merayakan hari kelahirannya sebagai bentuk penghormatan dan syukur kepada Sang Pencipta.
Dalam setiap perayaan Maulid Nabi di bulan Rabiul Awal, umat Islam mengenang dan merayakan kelahiran Nabi sebagai cahaya hidayah.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Sejarah Perayaan Maulid Nabi di Indonesia Termasuk di Bangka Belitung, Serta Awal Mula Dirayakan, https://bangka.tribunnews.com/2023/09/27/sejarah-perayaan-maulid-nabi-di-indonesia-termasuk-di-bangka-belitung-serta-awal-mula-dirayakan?page=all.