SonoraBangka.id - "Yaelah, baru ngelakuin segitu aja senang banget"
"Kalau cuma segitu mah anak kecil juga bisa"
"Pamer doang"
"Norak"
" Ehmm, biasa aja tuh"
Ungkapan ini seringkali terlontar dari kita ketika merespon cerita atau postingan dari kenalan, saudara atau orang lain.
Saya pun pernah tanpa sadar mengungkapkan hal sama ketika ada seseorang cerita tentang segala yang dimilikinya. Ceritanya yang menggebu-gebu seakan membuatku memberikan penilaian sebaliknya.
Saat itu saya hanya meluapkan reaksi apa adanya yang berasal dari hati. Memang selintas ada cerita dirinya yang saya anggap terlalu berlebihan untuk diceritakan. Namun ketika orang tersebut memberikan respon balik,
Salah ya kalau aku cerita pencapaian ku?
Salah ya kalau aku posting sesuatu di sosial media?
Aku pun tersadar bahwa tidak sepatutnya saya memberikan respon seperti itu. Bahkan kesadaran saya kian meningkat ketika membaca sebuah quote bijak dari suatu postingan sosial media,
Jangan pernah rusak kebahagian orang lain
Andaipun aku berada di posisi orang tersebut yang hanya sekedar meluapkan kebahagiaan atau pencapaian namun justru mendapatkan respon seperti di tulisan awal tentu akan menyakitkan.
Seiring waktu pun saya berusaha kian mendewasakan pikiran agar lebih melihat dari sisi positif dari cerita atau postingan orang lain. Respon seperti di atas menandakan kita lebih melihat arah negatif.
Ada beberapa hal yang bisa mengubah mindset tersebut. Apa saja itu?
1. Jangan Buat Standar Kebahagiaan
Tanpa disadari, banyak dari kita yang berusaha menciptakan standar tersendiri tentang kebahagiaan.
Bahagia bagi kita seperti memiliki tabungan banyak, punya usaha sendiri, punya kendaraan, rumah, bisa jalan-jalan kemanapun yang tanpa perlu berhutang, beli apapun yang disuka dan sebagainya.
Postingan Kebahagiaan Tentang Kuliner Yang Disuka. Sumber Portal Madura
Ternyata standar kebahagiaan yang kita buat lebih berupa materi yang sekedar untuk memuaskan diri. Nyatanya ada orang yang memiliki standar kebahagiaan berbeda.
Ada nenek yang sangat bahagia ketika dikunjungi oleh cucu tercinta, ada suami yang begitu bahagia mendengar si istri tengah hamil, ada mahasiswa bahagia ketika skripsinya di setujui untuk sidang, ada kompasianer bahagia ketika artikelnya jadi Headline dan sebagainya.
Dari sini saya tahu bahwa standar kebahagiaan orang tidak selalu tentang materi. Bahkan orang kaya pun justru tidak selalu merasa bahagia dengan apa yang dimiliki. Bisa jadi mereka lebih bahagia ketika mendapatkan momongan yang selama ini belum diberikan oleh Sang Pencipta.
2. Lihatlah Perjuangan Sebelum Menilai
Respon "Yaelah cuma segitu doang" terkesan sederhana namun sejatinya akan cukup menohok bagi si orang yang berbagi kebahagiaan.
Kita tidak pernah tahu seberapa besar perjuangan orang tersebut untuk bisa mendapatkan kebahagiaan tersebut. Ini karena kita hanya melihat hasil tanpa merasakan prosesnya.
Seorang yang bahagia mendapat juara dalam kompetisi, kita tidak tahu bagaimana dirinya bangkit setelah berulang kali gagal. Bagaimana dirinya menahan luka atau sakit selama latihan, mengorbankan waktu demi mewujudkan mimpi.
Seorang suami istri yang bahagia mendapatkan momongan setelah 8 tahun penantian. Kita tidak tahu sudah berapa banyak air mata pasangan ini yang keluar karena rindu ingin punya anak, berapa kuat nyinyiran tetangga dan keluarga atau sebanyak apa doa yang sudah dilakukan oleh mereka hingga berhasil mendapatkan hasil.
Di sinilah saya menyadari bahwa tidak sedikit kebahagiaan yang dibagikan oleh seseorang adalah berkat perjuangan yang luar biasa.
Respon, yaelah cuma segitu doang seakan tanda bahwa kita tidak memiliki empati bagi si orang tersebut.
Belum tentu jika kita di posisi mereka bisa berjuang sebesar dan setangguh itu hingga berhasil menciptakan kebahagiaan yang diinginkan
3. Upaya Mengembalikan Kesehatan Mental dan Psikis
Saya pernah mendengar ungkapan, ketika melihat seseorang berusaha menunjukkan kebahagiaan pada orang lain. Sejatinya mereka tengah menyembunyikan kesedihan mendalam.
Ekspresi Menyembunyikan Kesedihan. Sumber Trimelive.com
Saya merasa ungkapan ini cukup relevan dalam kejadian di sekitar saya. Seorang teman belakangan ini selalu memposting dirinya tengah berlibur dan melakukan kegiatan menyenangkan.
Nyatanya tanpa disadari teman saya ini tengah menyembunyikan kesedihan karena habis diputus oleh sang kekasih.
Orang yang tampak bahagia di sosial media bisa jadi menutupi kesedihan karena berantem dengan keluarga, stres dengan kerjaan atau tugas, bingung memikirkan cicilan yang kian banyak dan sebagainya.
Postingan atau cerita mereka yang berusaha tampak bahagia menunjukkan bahwa mereka ingin terlihat kuat dan masalah bukanlah sesuatu yang harus dipikirkan berlarut-larut.
Adanya respon kita yang kurang berkenan bisa jadi akan membuat mental atau psikis mereka kian terpuruk.
Cobalah memberikan respon sederhana seperti wuah keren, mantap, lanjutkan gan dan sebagainya jika menyadari bahwa apa yang diceritakan atau di-posting oleh seseorang terkesan menutupi kesedihan atau permasalahan hidup
4. Sosial Media Hanyalah Ruang Ekspresi
Saat ini baik anak-anak, remaja hingga orang dewasa telah familiar dengan sosial media seperti facebook, instagram, WhatsApp, twitter, dan lainnya.
Posting Kemesraan Dengan Pasangan. Sumber Line Today
Kita harus sadar bahwa salah satu fungsi dari sosial media adalah sebagai ruang ekspresi diri. Tidak heran pengguna sosial media sering memposting aktivitas, kegiatan hingga pencapaian.
Ada yang posting baru membeli tas branded, ada pula yang posting tengah berlibur di tempat yang tengah viral atau hits, membeli makanan enak atau memiliki kendaraan baru.
Muncul komentar dasar norak atau sok pamer sejatinya kita lah yang perlu mengintrospeksi diri.
Seandainya ada postingan yang dianggap kurang berkenan, kita bisa menyembunyikan postingan orang tersebut agar tidak muncul, bisa unfollow atau blokir kontak tersebut.
Disisi lain apa yang mereka bagikan sebenarnya tidak merugikan diri kita sendiri secara langsung. Mereka bisa membeli sesuatu atau pergi ke suatu tempat tidak menggunakan uang kita.
Lalu mengapa kita sampai harus merusak kebahagiaan mereka dengan komentar yang tidak pas.
Mereka mencoba mengekspresikan diri melalui sosial mereka sendiri, menggunakan gadget dan kuota sendiri tanpa sedikitpun menyusahkan kita sebagai pendengar atau penonton.
Mungkin sebenarnya apa yang merekan adalah ingin mengapresiasi diri terhadap usaha yang telah dilakukan atau bahkan berusaha menginspirasi orang lain agar bisa seperti dirinya.
Kekhawatiran yang muncul adalah ketika memberikan respon seperti dasar norak atau pamer. Tanpa sadar bisa jadi itu tanda rasa iri atau dengki dalam hati terhadap pencapaian atau kemampuan dari orang lain tersebut.
Setiap orang memiliki kebahagiaan masing-masing. Tidak etis rasanya ketika kebahagiaan yang ingin mereka ceritakan atau posting justru dibalas dengan respon kita yang kurang berkenan.
Seandainya kita di posisi mereka tentu akan membuat kita menjadi kecewa atau bahkan mempengaruhi psikis. Ini karena 4 hal di atas bisa jadi penyebab ketidaktahuan pemahaman kita terhadap kebahagiaan yang diberikan orang lain.
Nah, tentunya harapan kita bisa menghindari hal-hal yang justru membuat kita merusak kebahagiaan orang lain atau mencegah selisih paham antara kita dengan pihak orang tersebut.
Semoga bermanfaat ya!
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "4 Alasan Kenapa Jangan Rusak Kebahagiaan Orang Lain", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/indramahardika/616ae4078bae93626e5e9242/jangan-rusak-kebahagiaan-orang-lain?page=all&page_images=1